Rabu, Februari 18, 2009

Jangan Kecewa


Ketika aku minta kepada Allah setangkai bunga segar,
Ia beri aku kaktus berduri.
Akupun minta padaNya binatang mungil nan cantik,
tapi Ia beri aku ulat berbulu.
Aku sempat sedih, protes dan kecewa....

Namun kemudian....
kaktus itu berbunga,
sangat indah sekali,
juga
ulat itupun tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu
kupu-kupu yang teramat cantik...

Itulah iradat dan jalan Allah.... indah pada waktunya.
Allah tidak memberi yang kita harapkan,
tapi Ia memberi apa yang kita perlukan
Kadang kita sedih, kecewa, dan terluka,
Menghadapi fakta hidup kita
Tapi di atas segalanya...
Percayalah...
Ia sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita..

Minggu, Februari 08, 2009

I'm gonna be like you, Dad, you know I'm gonna be like you

Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus siap untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai 'tak ingat kapan pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan mulai lucu bertingkah.

Namun aku tahu betul ia pernah berkata,

"Aku akan menjadi seperti Ayah kelak"

"Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh; Ia berkata,

"Terima kasih atas hadiah bolanya Ayah, wah ... kita bisa main bola bersama. Ajari aku bagaimana cara melempar bola"

"Tentu saja 'Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah banyak pekerjaan sekarang"

Ia hanya berkata, "Oh ...."

Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata,

"Aku akan seperti ayahku. Ya, betul aku akan sepertinya"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu aja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Suatu saat anakku pulang ke rumah dari kuliah; Begitu gagahnya ia, dan aku memanggilnya,

"Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar dengan Ayah"

Dia menengok sebentar sambil tersenyum,

"Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam mobil, mana kuncinya?"

"Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan kawan"

"Nak, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Yah, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Aku sudah lama pensiun, dan anakku sudah lama pergi dari rumah;

Suatu saat aku meneleponnya.

"Aku ingin bertemu denganmu, Nak"

Ia bilang,

"Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak ada waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak sekarang sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul aku senang mendengar suara Ayah"

Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari; Dia tumbuh besar persis seperti aku;

"I'm gonna be like you, Dad, you know I'm gonna be like you"

Ya betul, ternyata anakku "aku banget".

(diterjemahkan secara bebas dari syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry Chapin)

DEMOKRASI YANG MENYAKITKAN

Minggu-minggu ini kita disuguhi paparan berita yang mengenaskan tentang meninggalnya Ketua DPRD Sumatera Utara, sebagai akibat demontrasi anarkis yang dilakukan mahasiswa dan komponen mayarakat yang menuntut pemekaran wilayah propinsi Sumatera Utara. Meskipun mungkin mayoritas mayarakat kita tidak puas dengan kinerja DPR dan DPRD, namun berita ini tak ayal mengusik rasa kemanusiaan kita dan mengundang keprihatinan kita semua.

Kita jadi bertanya, sedemikian pentingkah pemekaran sebuah wilayah sehingga harus diperjuangkan dengan mengesampingkan kecerdasan dan norma-norma demokrasi yang santun. Satu hal yang bertentangan dengan status para “pendemo anarkhis” itu yang notabene berlabel “kaum intelektual”. Jika memang pemekaran wilayah ini penting, siapakah sebenarnya yang lebih diuntungkan dengan adanya pembentukan propinsi baru itu, para pejabat baru dengan kekuasaan baru, ataukah rakyat kebanyakan yang tidak punya pilihan. Dan bukankah pembentukan sebuah propinsi baru memang memerlukan proses yang tidak sederhana dan tidak singkat, termasuk perlunya berbagai dialog dan kajian.

Peristiwa di Medan itu mengingatkan kita akan kebenaran ucapan Aristoteles bahwa demokrasi akan sangat berbahaya jika dijalankan oleh orang-orang yang tidak paham akan aturan demokrasi itu sendiri. Kita sadar, kita masih dalam proses belajar ber-demokrasi. Tapi sampai kapan proses itu menjadikan kita dewasa, jika selalu terjadi pencideraan terhadap instrumen-instrumen demokrasi. Dan ironisnya, pencideraan itu justru dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya memberi contoh cara berdemokrasi yang baik, orang-orang yang seharusnya lebih paham ilmu demokrasi dibanding masyarakat kebanyakan.

Minggu, Oktober 19, 2008

Dan.... Mautpun Menjemput Kekasih Allah

Pagi itu, meski langit mulai menguning, burung-burung gurun masih enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah, dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya maka taati dan bertakwalah kepadaNya. Kuwariskan dua hal pada kalian, AlQur’an dan sunnah. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama memasuki surga bersamaku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Sedangkan dada Umar terlihat naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba.

Rasulullah akan meninggalkan kita semua”, desah hati para sahabat di kala itu.
Manusia tercinta itu hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Ketika itu, seluruh sahabat yang hadir pasti akan menahan detik-detik yang diteteskan sang waktu, bila mungkin.

Matahari kian tingggi, tapi pintu kediaman Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya beliau sedang terbaring lemah dengan kening yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang berseru mengucapkan salam.
Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Namun Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata putri Rasulullah itu sambil membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani sang ayah yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?
Tak tahulah aku, Ayah. Sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Rasulullah menatap putrinya dengan pandangan yang menggetarkan, seolah beliau ingin menyimpan satu-satu bayangan wajahnya dalam ingatannya.
Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertai.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia untuk menjemput ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Rasulullah tampak tidak lega, matanya masih penuh kecemasan.
Tidakkah Engkau senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril.

Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?
Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’”, kata Jibril.

Detik-detik hidup sang manusia tercinta hampir habis, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik, seluruh tubuh beliau tampak bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini.

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.

Jijikkah kau melihatku hingga kau palingkan wajahmu, Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

Siapakah yang tega melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan.
Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan tangannya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.

Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat pun berpelukan menguatkan diri. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

Ummatii, ummatii, ummatii,”__umatku, umatku, umatku.

Dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu...

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi.

Saudaraku,
Manusia paling mulia masih merasakan sakit dalam sakaratul mautnya, bagaimana dengan kita yang bergelimang dosa??

Manusia paling mulia masih memikirkan nasib umatnya dikala sakaratul mautnya, bagaimana kita akan membalasnya??