Minggu, Oktober 19, 2008

Dan.... Mautpun Menjemput Kekasih Allah

Pagi itu, meski langit mulai menguning, burung-burung gurun masih enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah, dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya maka taati dan bertakwalah kepadaNya. Kuwariskan dua hal pada kalian, AlQur’an dan sunnah. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama memasuki surga bersamaku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Sedangkan dada Umar terlihat naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba.

Rasulullah akan meninggalkan kita semua”, desah hati para sahabat di kala itu.
Manusia tercinta itu hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Ketika itu, seluruh sahabat yang hadir pasti akan menahan detik-detik yang diteteskan sang waktu, bila mungkin.

Matahari kian tingggi, tapi pintu kediaman Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya beliau sedang terbaring lemah dengan kening yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang berseru mengucapkan salam.
Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Namun Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata putri Rasulullah itu sambil membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani sang ayah yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?
Tak tahulah aku, Ayah. Sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Rasulullah menatap putrinya dengan pandangan yang menggetarkan, seolah beliau ingin menyimpan satu-satu bayangan wajahnya dalam ingatannya.
Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertai.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia untuk menjemput ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Rasulullah tampak tidak lega, matanya masih penuh kecemasan.
Tidakkah Engkau senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril.

Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?
Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’”, kata Jibril.

Detik-detik hidup sang manusia tercinta hampir habis, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik, seluruh tubuh beliau tampak bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini.

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.

Jijikkah kau melihatku hingga kau palingkan wajahmu, Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

Siapakah yang tega melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan.
Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan tangannya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.

Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat pun berpelukan menguatkan diri. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

Ummatii, ummatii, ummatii,”__umatku, umatku, umatku.

Dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu...

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi.

Saudaraku,
Manusia paling mulia masih merasakan sakit dalam sakaratul mautnya, bagaimana dengan kita yang bergelimang dosa??

Manusia paling mulia masih memikirkan nasib umatnya dikala sakaratul mautnya, bagaimana kita akan membalasnya??

Memaknai Laskar Pelangi


“PN Timah memang keterlaluan, sudah mengekploitasi kekayaan alam Belitong, mambantu pendidikan warga miskinpun tak mau” Seorang temen dengan emosi ngomel sehabis nonton film Laskar Pelangi.
“Depdikbud (sekarang Depdiknas) juga keterlaluan, bukannya dibantu malah pake batasan jmlh murid segala” temen yang lain menimpali.

Ya, demam Laskar Pelangi emang lagi marak dimana-mana. Film yang menguras emosi tersebut menjadi booming disemua cineplex. Banyak penonton harus rela antri berjam-jam untuk mendapat tiketnya.
Di tengah maraknya film nasional bertema hantu norak dan religi yang mulai menjemukan, kehadiran Laskar Pelangi jelas memberi pencerahan tersendiri terhadap warna film-film Indonesia. Kemampuan Riri Reza dan Mira Lesmana mengadaptasi Novel karya Andrea Hirata tersebut pantas diacungi jempol. Dengan sinematografi yang bagus, tidak salah kalo dibilang film ini sebagai salah satu film adaptasi terbaik.

Tapi ada sedikit kekhawatiran tentang cara kita memaknai film ini. Sebenarnya laskar pelangi menyampaikan banyak pesan kepada kita, tentang tanggung jawab, kepedulian, kebersamaan, kesederhanaan, pengorbanan tuk sesama, semangat dan perjuangan yang tak kenal menyerah, dsb. Dan pesan itu bukan hanya untuk Pemerintah atau BUMN, melainkan juga untuk kita semua, baik sebagai individu maupun masyarakat. Pesan yang, -menurut banyak orang-, pas digulirkan saat ini.
Namun, mungkin masih banyak diantara kita yang tidak (baca : tidak mau) menangkap pesan itu, dan cenderung menyalahkan pihak lain seperti Pemerintah atau PN Timah atas terjadinya kondisi seperti yang dialami murid-mrid SD Muhammadiyah Gantong tersebut.
Jika ini yang terjadi, maka Laskar Pelangi tidak akan berbekas apa-apa. Emosi yang merasuki jutaan penonton hanya akan menimbulkan retorika sesaat yang akan segera hilang ditelan waktu.

Karena itu, ada baiknya Laskar Pelangi kita jadikan sebagai cermin untuk memelototi dan merenungi diri kita sendiri. Agar semangat berkorban dan kepedulian bu muslimah, atau ketabahan dan kegigihan lintang, juga kesetiakawanan ikal-kucai-mahar dan anak-anak lainnya, dapat kita teladani dan praktekkan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita.

Kamis, September 11, 2008

Yu Timah

Dicuplik dari RESONANSI – Republika, Desember 2006, oleh Ahmad Tohari

Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta. Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.

Usia Yu Timah sekitar 50-an, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Menginjak remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran PRT. Dia kembali ke kampung. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.

Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya. Anak itu pun harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan PRT dan lagi-lagi terdampar di Jakarta.

Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untunglah di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.

Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di BPR syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.

Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya.
Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?''
''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''
''Mau ambil berapa?'' tanya saya.
''Enam ratus ribu, Pak.''
''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.
''Saya mau beli kambing qurban, Pak. Kalau 600 ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing qurban.
''Iya, Yu. Senin lusa uang Yu Timah akan diberikan sebesar 600 ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berqurban. Yu Timah bahkan wajib menerima qurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing qurban?''
''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berqurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging qurban.''
''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''
Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.

Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran qurban yang diwariskan Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu.

Duhai Yu Timah. Kamu yang belum naik haji, atau malah tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berqurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing qurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.

Selasa, September 09, 2008

Mimpi ke Surga

Aku bermimpi suatu hari aku pergi ke surga dan seorang malaikat
menemaniku serta menunjukkan keadaan di surga.
Kami berjalan memasuki suatu ruang kerja yang penuh dengan para malaikat.
Malaikat yang mengantarku berhenti di depan ruang kerja pertama dan berkata,

”Ini adalah Seksi Penerimaan.
Disini, semua permintaan yang ditujukan pada Allah, diterima".

Aku melihat-lihat sekeliling tempat ini dan aku dapati tempat ini begitu sibuk dengan begitu

banyak malaikat yang memilah-milah seluruh permohonan yang tertulis pada kertas dari manusia di seluruh dunia.

Kemudian,....
aku dan malaikat-ku berjalan lagi melalui koridor yang panjang.
Lalu sampailah kami pada ruang kerja kedua. Malaikat-ku berkata,

"Ini adalah Seksi Pengepakan
dan Pengiriman. Disini, kemuliaan dan rahmat yang diminta manusia diproses
dan dikirim ke manusia-manusia yang masih hidup yang memintanya".

Aku perhatikan lagi betapa sibuknya ruang kerja itu. Ada banyak malaikat
yang bekerja begitu keras karena ada begitu banyaknya permohonan yang dimintakan
dan sedang dipaketkan untuk dikirim ke bumi.

Kami melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai pada ujung terjauh koridor panjang tersebut
dan berhenti pada sebuah pintu ruang kerja yang sangat kecil.
Yang sangat mengejutkan aku, hanya ada satu malaikat yang duduk disana, hampir tidak melakukan apapun.

"Ini adalah Seksi Pernyataan Terima Kasih", kata Malaikatku pelan. Dia tampak malu.

"Bagaimana ini? Mengapa hampir tidak ada pekerjaan disini?", tanyaku.

"Menyedihkan", Malaikat-ku menghela napas."Setelah manusia menerima rahmat yang mereka minta, sangat sedikit manusia yang mengirimkan pernyataan terima kasih".

"Bagaimana manusia menyatakan terima kasih atas Rahmat Tuhan?", tanyaku.

"Sederhana sekali", jawab Malaikat.
"Cukup berkata, 'ALHAMDULILLAHIRABBIL AALAMIIN, Terima kasih, Tuhan' ".

"Lalu, rahmat apa saja yang perlu kita syukuri?”, tanyaku.

Malaikat-ku menjawab,

"Jika engkau mempunyai makanan di lemari es, Pakaian yang menutup tubuhmu, atap di atas kepalamu dan tempat untuk tidur, Maka engkau lebih kaya dari 75% penduduk dunia ini.

"Jika engkau memiliki uang di bank, di dompetmu, dan uang-uang receh, maka engkau berada diantara 8% kesejahteraan dunia.

"Dan jika engkau mendapatkan pesan ini di komputermu, engkau adalah bagian dari 1% di dunia yang memiliki kesempatan itu.

Juga.... "Jika engkau bangun pagi ini dengan lebih banyak kesehatan daripada kesakitan ...
engkau lebih dirahmati daripada begitu banyak orang di dunia ini yang tidak dapat bertahan
hidup hingga hari ini.

"Jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang, kesepian dalam
penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan yang amat sangat ....
Maka, engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di dunia".

"Jika,........engkau dapat menghadiri Masjid atau pertemuan religius tanpa ada ketakutan
akan penyerangan, penangkapan, penyiksaan, atau kematian ...
M a k a,.... engkau lebih dirahmati daripada 3 milyar orang di dunia.

"Jika,....orangtuamu masih hidup dan masih berada dalam ikatan pernikahan ...
Maka,..... engkau termasuk orang yang sangat jarang.

"Jika engkau dapat menegakkan kepala dan tersenyum, maka,.....
engkau bukanlah seperti orang kebanyakan, engkau unik dibandingkan
semua mereka yang berada dalam keraguan dan keputusasaan.

"Jika,...engkau dapat membaca pesan ini, maka engkau menerima rahmat ganda
yaitu bahwa seseorang yang mengirimkan ini padamu, berpikir bahwa engkau
orang yang sangat istimewa baginya, dan bahwa, engkau lebih dirahmati
daripada lebih dari 2 juta orang di dunia yang bahkan tidak dapat membaca sama sekali".

Nikmatilah hari-harimu, hitunglah rahmat yang telah Allah anugerahkan kepadamu.
Dan jika engkau berkenan, kirimkan pesan ini ke semua teman-temanmu untuk mengingatkan mereka betapa dirahmatiNya kita semua.

"Dan ingatlah tatkala Tuhanmu menyatakan bahwa,
'Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Aku akan menambahkan lebih banyak
nikmat kepadamu' "(QS:Ibrahim (14) :7 )

Ditujukan pada :
Departemen Pernyataan Terima Kasih:
"Terima kasih, Allah!
Terima kasih, Allah, atas
anugerahmu berupa kemampuan
untuk menerjemahkan dan membagi pesan ini dan
memberikan aku begitu banyak
teman-teman yang istimewa untuk saling berbagi".

Mawar untuk Ibu

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dipaketkan kepada ibunya yang tinggal sejauh 250 km darinya. Baru keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu bertanya,”Mengapa kau menangis adik?”
Gadis kecil itu menjawab , “Saya ingin membeli setangkai bunga mawar merah untuk ibu saya. Tapi saya cuma punya uang seribu rupiah saja, sedangkan harga mawar itu lima ribu rupiah”.

Pria itu tersenyum dan berkata, “Ayo ikut, aku akan membelikanmu bunga yang kau mau”. Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesan karangan bunga untuk dikirimkan ke ibunya sendiri.

Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, katanya, ”Ya tentu saja. Maukah anda mengantarkan ke tempat ibu saya?”.

Kemudian mereka berdua menuju ke tempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yang ternyata adalah pemakaman umum, dimana lalu gadis itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.

Melihat hal itu, hati pria itu menjadi trenyuh dan teringat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai sendiri kendaraannya sejauh 250 km menuju rumah ibunya. (diadaptasi dari : Rose for Mama – C.W. McCall)
(Buat ibu, aku akan pulang.... menempuh 1000 km jarak kita, agar aku bisa bersimpuh memohon ampunmu, atas ketidakmampuanku membalas kasih sayangmu)

Senin, Agustus 11, 2008

Maaf, kami (terpaksa) beli buku bajakan

Akhirnya kami berkesempatan juga berburu buku di toko buku terlengkap "Gramedia". Dengan bekal voucher sebesar Rp 660.000 dari Bank Permata via 100buku, membuat kami melangkah mantap untuk memborong puluhan buku yang kami butuhkan. Kalo biasanya kami hunting buku di tempat-tempat yang 'hangat' seperti Kwitang, Terminal Pasar Senin, atau TIM, perburuan buku kali ini dah terbayang lebih nyaman dan tidak bakal kepanasan. Karena kami belum pernah ke Plaza Bintaro, tempat gramedia yang ditetapkan di voucher, kami harus muter2 n tanya sana sini dulu sebelum nyampe di lokasi.
Setelah registrasi voucher di CS yang ramah, kami langsung meluncur ke bagian buku anak-anak. Yang pertama kami cari adalah buku cerita anak nusantara, buku cerita bergambar tipis yang banyak digemari anak-anak SD yang baru belajar membaca. Alhamdulillah, serinya banyak kira2 lebih dari 6 cerita. Kami langsung menyambar buku-buku tersebut. Tapi, sebelum kami masukkan ke dalam tas belanjaan, kami terkejut ketika melirik harganya. Buku sangat tipis tersebut harganya Rp 16.500 per buku. Waduh, kami langsung ragu. Ambil tidak ya. Maklum, buku-buku seperti itu biasanya kami dapatkan di emperan kwitang seharga Rp 10.000 per 3 buku. Emang bajakan sih (maaf ya para penulis), gambarnya jg gak sebagus aslinya. Tapi kami gak nyangka selisihnya sejauh itu.
Kami mencoba melihat di bagian buku remaja, melihat novel-novel religi untuk remaja. Ternyata sama saja, harganya minimal Rp 25.000. Padahal tebal novel tersebut tidak sampai 1 cm. Copian novel tersebut dapat kami temukan di Pasar Senin seharga 10 ribuan. Meluncur ke bagian buku pelajaran tuk mencari buku-buku ilmu pengetahuan umum ternyata sami mawon alias podho wae. Lebih2 buku-buku yang ada embel-embel 'ensiklopedi', mahalnya minta ampun.
Duh, dinginnya ac tak mampu mencegah keringat dingin yang langsung keluar. Kami langsung kegerahan.
Terpaksa kami bikin skala prioritas dari daftar buku-buku yang rencananya akan kami beli. Dengan harga-harga seperti itu, jelas banyak buku yang kami inginkan tidak akan terbeli.
Tapi kami tetep bersyukur, dengan bantuan voucher Bank Permata tadi, banyak buku-buku yang kami impikan bisa terbeli. Termasuk dua buku karya mas Gola Gong, satu novel dan satu kumpulan cerpen, yang dari awal (demi mas gong dan Rumah Dunia) kami niatkan harus beli yang asli. Tapi untuk buku-buku lain yang belum terbeli, mengingat harga aslinya yang sangat mahal (maaf kepada penulis dan penerbit), kami terpaksa nyari yang bajakan aja.
Trimakasih Bank Permata, terimakasih 1001buku, terimakasih Gramedia (tuk ac-nya).

Rabu, Juli 02, 2008

Tips Merawat Buku

1. Pastikan tempat buku tidak lembab dan memiliki sirkulasi udara yang memadai. Untuk mendapatkan udara yang cukup, tempat buku harus memiliki jendela atau lubang keluar-masuk udara secara cukup.

2. Usahakan letak buku tidak berdekatan dengan lantai. Artinya tempat buku jangan di bagian paling bawah lemari. Pilihlah tempat yang memungkinkan buku enak dilihat dan mudah dijangkau. Pilihan bisa di bagian tengah atau atas.

3. Posisi buku sebaiknya berdiri dan berjajar ke samping. Posisi ini memungkinkan udara masuk ke sela-sela buku lewat celah lembaran. Jika posisi buku bertumpuk dikhawatirkan udara tidak bisa masuk dan mempercepat kelembaban.

4. Taburlah kamper di sela-sela buku atau di pojok-pojok lemari. Fungsi kamper untuk mengusir ngengat dan mengurangi bau tak sedap.

5. Lakukan rotasi posisi buku setiap dua pekan sekali. Jika memungkinkan keluarkanlah buku-buku dari lemari dan letakan selama sehari di luar lemari. Bisa di atas meja atau di ruang terbuka yang tidak lembab.

6. Tak ada salahnya memberi lampu khusus dalam lemari buku hingga buku mendapat cahaya yang cukup. Sinar lampu menghambat ngengat masuk ke sela-sela buku.

7. Cara paling aman adalah membungkus buku dalam kemasan plastik dan ditaburi kamper.

8. Khusus buku langka berusia di atas 100 tahun yang lengket antar satu halaman dengan halaman lain tidak perlu dipaksa memisahkannya.
Ada cara tersendiri. Rendamlah kertas yang lengket itu ke dalam air selama setengah jam. Lalu angkat dan angin-anginkan di tempat sejuk. Jangan sekali-kali menjemur di bawah terik matahari agar kertas tidak bergelombang setelah kering.
(dicopy dari tulisan mas arief di www.ruangbaca.com)

Selasa, Juli 01, 2008

Langkah Cepat Menguasai Isi Buku

Satu kunci awal sebelum sukses membaca cepat, kata Soedarso, penulis buku Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif), adalah bahwa kita harus membaca sesuai dengan tujuan awal kita. Umumnya, tujuan kita membaca adalah untuk memperoleh informasi atau sekadar bersantai.

Menurut Soedarso, kita tidak boleh diperbudak oleh apa yang tercetak dengan membaca semua kata yang ada. Kita harus berani menjadi tuan dan bacaan itulah yang menjadi budak kita, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, kata dia, semua orang harus berani membuat prioritas membaca. Jangan asal membaca, karena waktu kita terbatas. Kategorisasi akhirnya mutlak dilakukan. Artinya, kita harus menetapkan, apa yang dapat menambah informasi, meningkatkan studi, karier dan pekerjaan. Kita juga harus menetapkan, apa yang tidak menarik dan tidak berguna bagi diri kita ataupun tugas kita.

Ketika menghadapi buku, langkah awal sebelum membacanya adalah skimming atau survei selama satu atau dua menit. Hal ini akan memudahkan kita memilah bagian penting dan tidak penting dalam sebuah buku. Menurut Soedarso, skimming merupakan jurus ampuh dalam membaca cepat.

Skimming antara lain meliputi: memperhatikan judul, sub judul, bagian-bagiannya, paragraf, gambar, hingga tabel sebagai satu kesatuan, memperhatikan judul dengan seksama, apa implikasi-implikasinya, dan melihat pembagian-pembagian selanjutnya untuk mendapatkan apresiasi struktur tulisan.

Untuk menguasai buku, kata Soedarso, setiap pembaca harus menguasai ide pokok dan tidak terjebak kepada contoh yang bertele-tele. Ide pokok itu bisa ditemukan dalam buku secara keseluruhan buku, bab, sub bab, dan bahkan paragraf.

Kemampuan menangkap ide pokok merupakan tahapan pertama memajukan pemahaman. Untuk mendapatkan ide pokok dengan cepat kita harus berpikir bersama penulis. Langkah yang dilakukan adalah baca dengan mendesak dengan tujuan mendapatkan ide pokok. "Jangan baca kata per kata, melainkan serap ide. Bergerak lebih cepat, tapi jangan kehilangan pengertian," kata Soedarso.

Persoalan penting berikutnya ketika membaca buku non fiksi, kata Soedarso, adalah membuat catatan yang berkaitan dengan buku yang kita baca. Catatan ini diperlukan karena ada sesuatu yang menarik dalam bacaan, sangat kita perlukan, atau harus selalu kita ingat-ingat. Pokok yang dicatat meliputi elemen-elemen kunci: ide sentral, soal-soal besar, tujuan dan asumsi pengarang tentang segi-segi tertentu, serta detail dan fakta yang spesifik.

Metode membaca cepat merupakan semacam latihan untuk mengelola proses penerimaan informasi. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian akan tersimpan di dalam otak.

Berdasarkan informasi yang sudah disimpan itulah kemudian seseorang akan membaca buku berikutnya. Ketika membaca buku berikutnya, informasi yang sudah diterima ketika membaca buku sebelumnya tentu tidak akan dibaca ulang.

Dengan demikian, semakin banyak orang membaca buku, mestinya akan semakin cepat kemampuan bacanya. "Ibarat kendaraan bermotor, jika kita sudah masuk ke gigi dua, maka kita bisa meningkatkan ke gigi tiga, empat dan seterusnya," kata Anugerah Pekerti, pendiri Pusat Pembelajaran Mandiri Sapiens.

Sebaliknya, kata Pekerti, seseorang yang terpaku untuk terlalu lama membaca hingga terjebak membaca seluruh buku secara detail, akan terus berada dalam kecepatan tersebut. "Ibaratnya, dia hanya akan mampu pada gigi satu. Jadi, tidak bisa tiba-tiba dipindah ke gigi empat atau lima," katanya. (Disalin dari tulisan NURHIDAYAT tgt 21-8-2005 di http://www.ruangbaca.com
)

Senin, April 21, 2008

Mari bersedekah ilmu melalui buku

Sebagian besar masyarakat kita gemar mengoleksi buku. Buku-buku yang sudah dibaca dikumpulkan rapi dalam lemari buku tersendiri. Bahkan tak jarang koleksi buku-buku tersebut menjelma menjadi perpustakaan pribadi/perpustakaan keluarga. Itu hal yang bagus, menunjukkan semakin besarnya kesukaan masyarakat kita akan buku. Tapi kalo kita cermati lagi, dengan melihat masyarakat lainnya yang kurang beruntung ~yang tak mampu tuk membeli bahkan sekedar tuk meminjam sebuah buku sekalipun~, maka sudah saatnya kita mengkaji ulang kegemaran kita mengoleksi buku tersebut.
Buku akan bermanfaat kalo dibaca. Ilmu yang terkandung di dalamnya akan diserap pembacanya, dan bahkan lebih jauh bisa mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku pembacanya. Sebaliknya, buku akan sekedar menjadi barang hiasan atau pajangan jika dibiarkan teronggok di lemari, tak ada bedanya dengan barang loakan yang lain. Bayangkan, seandainya semua buku yang tersimpan di lemari masyarakat kita dikeluarkan dan dipinjamkan kepada masyarakat lain yang kurang mampu, maka bukan hanya buku tersebut tidak menjadi sia-sia, melainkan juga akan menjadi sedekah ilmu yang luar biasa pahalanya.
Kini, sudah saatnya kita ubah pola pikir 'kolektor buku' itu. Mari kita berbagi ilmu melalui buku.

Minggu, April 20, 2008

Kami baru memulai



Berawal dari keprihatinan melihat rendahnya minat baca anak-anak di lingkungan kami, dan besarnya keinginan untuk membawa perubahan bagi mereka, muncullah ide untuk mendirikan sebuah taman bacaan sederhana yang bersifat sosial. Lingkungan kami, warga Blok BB Perum Binong Permai RT 016/02 kelurahan Binong, Kec. Curug, Kab. Tangerang mayoritas warganya berpenghasilan menengah ke bawah. Ini menjadi penyebab langkanya buku di tengah-tengah keluarga. Buku menjadi sebuah barang mewah yang dibeli hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sekolah.
Akibatnya anak-anak tidak memiliki akses ke buku-buku lain yang dibutuhkan bagi perkembangan jiwanya, buku-buku bermutu yang dapat mengasah daya kreatifitas, membina akhlak dan keimanan mereka.
Alhamdulillah, ide mendirikan taman bacaan disambut warga dengan antusias. Maka pada tanggal 23 Juni 2007, resmi berdiri sebuah taman bacaan masyarakat (TBM) sederhana yang kami beri nama "Pondok Baca Griya Ilmu". Dengan modal pas-pasan dan stok awal buku hanya mengandalkan dari sumbangan warga sekitar dan masyarakat luar, 'kenekadan' kami terhibur dengan besarnya respon dan minat anak-anak terhadap bacaan yang ada. Berbagai buku yang disediakan langsung disantap anak-anak kami dengan lahapnya. Hal itulah yang mendorong Pondok Baca Griya Ilmu terus berusaha mengembangkan diri agar menjadi TBM yang ideal. Saat ini kami memang masih kecil. Tapi kami adalah tunas, yang akan terus tumbuh karena dipupuk oleh semangat warga dan animo anak-anak.